Rabu, 04 Februari 2009

INDIGO, bag.I


Cover GATRA Edisi 21/2004 (Dok. GATRA)SUATU hari di paruh Desember 1997. Di dalam tidurnya yang tenang, Andrean Ganie Hendrata tiba-tiba terbangun. Ada semacam ketakutan yang baru dilihatnya. Keringat dingin merembes dari pori-pori kulitnya yang kuning. Wajahnya yang kalem seketika berubah sedih. Kedua pipi bocah berusia enam tahun itu basah oleh air mata. Ia tak kuasa membendung kesedihannya.

Di dalam mimpinya itu, Andrean melihat sebuah kota ingar-bingar. Banyak rumah dan mobil terbakar, tangan-tangan mengepal, perempuan menjerit-jerit, dan kaum pria dipukuli tanpa sebab jelas. Ia tak tahu kapan dan di mana peristiwa dalam mimpinya itu terjadi. Yang pasti, "Mimpi serupa terjadi selama dua minggu berturut-turut," Lianny Hendranata, ibu Andrean, menuturkan.

Mimpi mengerikan yang bertubi-tubi selama dua pekan itu membuat fisik Andrean makin loyo. Dan, bocah kurus itu akhirnya jatuh sakit. Tapi Lianny menyadari sepenuhnya bahwa anaknya tidak sakit sembarangan. Itu sebabnya, dia tidak membawa anaknya ke dokter. Si ibu justru mengundang pendeta untuk mengobati jiwa anaknya.

Sang pendeta pun datang. Ia membaca doa-doa di tepi pembaringan Andrean. Terasa simpel, tapi berhasil. Sebab, hari-hari berikutnya Andrean tak pernah lagi bermimpi buruk tentang sebuah kota yang tercabik-cabik anarkis. Kesehatannya kembali pulih.

Enam bulan sejak mimpi itu berlalu, Jakarta dilanda kerusuhan hebat. Penjarahan, pembakaran, penganiayaan terjadi pada Mei 1998. Tragedi itu ditayangkan oleh semua stasiun TV. Saat itulah ingatan Andrean kembali "dibangunkan". Sembari menunjuk ke arah pesawat televisi, ia bilang: "Ma, itu yang aku lihat di mimpiku dulu!"

Andrean Ganie & Foto Tragedi Mei '98 Yang Dimimpikannya (GATRA/Bismo Agung)Sejak lahir, Andrean sudah menunjukkan kemampuan indra keenamnya. Malah, sejak bayi dia terbiasa melihat makhluk yang tak terlihat oleh indra biasa. Setelah besar, kemampuan Andrean makin sempurna. Kadang-kadang ia melihat sebuah benda bisa bergerak sendiri. "TV yang sudah dimatikan tahu-tahu bisa menyala kembali," kata Andrean, yang kini duduk di kelas I SMP Slamet Riyadi, Cijantung, Jakarta Timur.

Dengan daya kelebihannya itu, oleh orangtuanya, Andrean difoto aura. Dan, hasilnya berbeda dengan anak umumnya. Aura Andrean berwarna nila. Saat ia dites, IQ-nya di atas 120. Itulah beberapa pertanda bahwa si empunya nama masuk dalam kategori anak indigo.

Andrean adalah bungsu dari tiga bersaudara pasangan Ganie Hendranata, 64 tahun, dan Lianny Hendranata, 45 tahun. Sehari-hari Hendranata bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan. Rupanya, tak hanya Andrean yang indigo. Kedua kakaknya, Imelda, 21 tahun, dan Raymond, 17 tahun, juga sama. Begitu pula Lianny.

Satu keluarga yang terdiri lima orang, empat di antaranya indigo, tentu seru. Mereka bisa bertelepati satu dengan lain. Suatu hari, misalnya, Imelda ingin memiliki sarung tangan warna merah. Tapi harganya mahal. Sang ibu menyarankan agar si sulung mencari sarung tangan yang murah saja. Rupanya, setelah mencari sekian lama, si anak tak berhasil menemukan sarung tangan merah berharga murah.

Tak berhasil bukan berarti memupuskan harapan. Imelda terus berjuang dengan caranya sendiri. Yaitu menciptakan keinginannya melalui otak: "Aku mau sarung tangan warna merah. Nggak tahu gimana caranya; aku harus punya sarung tangan warna merah."

Beberapa hari kemudian, Raymond yang pulang dari Yogyakarta membawa oleh-oleh berupa sarung tangan warna merah buat kakaknya. "Masak, setiap aku masuk toko, kuping selalu berdengung; ada yang minta sarung tangan merah," kata Lianny, yang juga terimbas telepati anaknya itu.

Pemotretan Aura; Menunjukkan Kemampuan Indera Keenam (GATRA/Wisnu Prabowo)Anak-anak berkemampuan indra keenam tentu bukan hal baru. Simak saja film layar lebar bertitel The Sixth Sense, yang beredar tahun 1999. Film ini bercerita tentang anak punya daya linuwih yang diperankan Haley Joel Osment, dan psikolog anak Bruce Willis. Di layar TV juga ada film seri The X-Files (pemeran utamanya Gillian Anderson dan David Duchovny) dan The Profiler (Ally Walker sebagai pemeran utama). Baik film layar lebar maupun film seri televisi itu sangat diminati penonton.

Adapun istilah indigo berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila. Warna ini merupakan kombinasi warna biru dengan ungu. Warna-warna tersebut diidentifikasi lewat cakra di tubuh. "Letak indigo ada di kening, persisnya antara cakra leher yang berwarna biru dengan cakra puncak kepala yang berwarna ungu," kata Dr. Tb. Erwin Kusuma, SpKJ, psikiater anak dengan pendalaman di bidang kesehatan mental spiritual, kepada GATRA.

Tidak ada komentar: